DITA namanya. Berusia 19 tahun. Anak seorang pengusaha terkenal di
Malang dan pengurus salah satu cabang olahraga. Hampir setiap hari nama
ayahnya muncul di surat kabar.
Gadis cantik, yang namanya minta dituliskan persis seperti yang
tertera di KTP-nya, adalah salah satu ABG 'papan atas' di Malang. Bila
'turun' ke jalan, ia biasa disapa dengan nama Sisi.
Apa yang kau cari Sisi? "Biar ayah tahu kalau saya sekarang memilih profesi ini. Jual diri," katanya.
Secara sadar Sisi menyatakan harus melacur untuk membalas perlakuan
ayahnya yang amat jarang pulang ke rumah saking sibuknya. Namun dia
tidak akan mengobral pengakuan kepada sembarang orang, alasannya biar
ayahnya tahu secara alamiah dari mulut ke mulut.
Karena itu pula, dia tidak canggung sedikit pun tatkala kepergok
wartawan yang juga amat dikenalnya karena kerap datang ke rumahnya di
kawasan elite di Malang. Setelah ibunya meninggal pada 1995 lalu,
praktis di rumah sudah tidak ada figur panutan lagi. Jawaban Sisi
terbilang klasik: korban broken home atau kekisruhan rumah tangga
seperti halnya ratusan pelacur ABG lainnya. Sisi merasa tidak ada satu
pun orang di rumahnya yang bisa dijadikan tempat berlindung. Ia malah
merasa terlindung di dalam dekapan banyak pria yang menyukainya.
Kendati sebagai gadis muda belia yang cantik, Sisi lebih suka
berdandan ala kadarnya. Akan tetapi wajah cantiknya tak bisa
disembunyikan.
Sebagai pelacur ABG, Sisi semula tergolong laris, namun kemudian banyak ditinggalkan pelanggannya karena dinilai terlalu rewel.
Seorang pria yang cukup terpandang di Malang yang pernah beberapa
kali membawa Sisi, mengatakan, "Dia selalu minta cepat pulang. Setelah
di-booking pukul 12.00 WIB, pukul 17.00 sudah minta selesai dan
cepat-cepat memanggil taksi untuk mengantarkan ke rumahnya."
Pria berusia 45 tahun itu sengaja memilih Sisi karena gadis tersebut
datang dari keluarga terpandang, dan sudah menjadi pembicaraan kalangan
atas di Malang.
"Saya sengaja memilih Sisi karena alasan prestise. Ternyata setelah
saya rasakan, dia banyak permintaan. Soal duit sih, dia tidak banyak
tanya," katanya. Disebutkan tarif rata-rata pelacur sekelas Sisi
--sebelum dipotong honorarium GM-nya-- Rp 500.000 sekali pakai. Sisi
mengaku masih kuliah, "Silakan cek kalau tak percaya," ujarnya sembari
menunjukkan KTM (kartu tanda mahasiswa) sebuah perguruan tinggi kesohor
di Malang. Teman-temannya di kampus sudah banyak yang mengetahui Sisi
menjadi pelacur, "Mereka tidak terlalu peduli. Tidak sedikit teman saya
yang seperti saya. Kami saling tahu kelakuan masing-masing," katanya.
Di Malang belakangan ini, memang banyak pelacur ABG yang datang dari
kalangan 'atas'. Sedikitnya, saat ini ada 25 ABG dari kalangan etnis
Cina. Seorang gadis bermata sipit menceritakan tentang teman-temannya
yang terjun ke dunia 'hitam', yang semuanya berasal dari keluarga mampu.
"Sebelum ini, ayah saya pengusaha cukup sukses. Entah kenapa tiba-tiba
bangkrut," cerita Lani, ketika ditemui di Dieng Plaza. Ia anak seorang
pengusaha di Kediri.
Lani mengaku, sejak bisnis ayahnya bangkrut itulah kiriman uang
kuliah di PTN terkenal di Malang tersendat-sendat. Terpaksa, Lani harus
melayani pria hidung belang. Rupanya, resesi ekonomi yang mendera
Indonesia dua tahun terakhir ikut menggelontor kelompok etnis yang
selama ini dikenal paling mapan ekonominya. Bagi Lani, profesi inilah
yang mampu menyambung napas hidup kuliahnya. Lani mengaku sekali dipakai
dia mendapat bagian Rp 250.000. "Yang Rp 50.000 untuk Mami," ungkapnya
seraya menunjuk perempuan 40-an tahun yang duduk agak berjauhan.
Tapi tidak gampang menemui ABG di Kota Apel itu. Mereka bergerak
secara rapi. Lokasi mangkal ABG --di Malang kerap disebut ayam abu-abu
(bagi yang terlihat berseragam SMU) atau ayam kampus (khusus bagi
pelacur ABG dari kalangan mahasiswi)-- bisa ditemui di Plaza Dieng, food court Plaza Sarinah, di samping diskotek My Place, Laguna, dan Djoko Tarub Discoteque
di kawasan wisata Batu. "Ada pula yang terang-terangan membuka praktek.
Mereka bisa ditemui setiap saat di Hotel Royal Inn," ujar seorang GM
seraya menyebut beberapa nama hotel. Sisanya, di Hotel Garuda atau
penginapan kelas bawah lain, merupakan pelacur profesional berusia 25
hingga 30 tahun. Berbeda dengan ABG di Surabaya yang berani menjajakan
diri di tempat terbuka seperti di pinggir jalan --para 'pemakai'
menyebutnya sebagai pelacur embongan (jalanan)-- di Malang hanya bisa
dijumpai di tempat-tempat keramaian seperti pertokoan atau kawasan
tempat nongkrong anak muda. Mereka juga bisa ditemui di karaoke,
diskotek, atau kafe.
Mereka memanfaatkan radio panggil (pager) bahkan ponsel (handphone)
untuk mempermudah transaksi. Mereka rata-rata bergabung dalam induk
semang/mami atau germo (GM). Tempat yang paling terkenal adalah kawasan
Tlogomas dan Jl Tirtonadi. Ada satu yang tidak beroperasi lagi yakni
yang di Jl Bandung 14.
Di kawasan wisata Batu, mereka bisa ditemui di Jaka Tarub Discoteque
di Hotel Purnama. Masyarakat setempat juga mengenali ABG muka lama atau
pendatang baru.
Masih di Batu, ada satu lagi Diskotek Fantasia yang pada Jumat,
Sabtu, dan Minggu dijejali ABG. Di sekitar dua diskotek tersebut
terdapat ratusan vila yang bisa disewa per jam. Bahkan, harga sewa bisa
terbilang sangat murah, kecuali Sabtu dan Minggu. Pada hari biasa harga
sewa dalam kisaran Rp 25.000 hingga Rp 100.000 per paro hari. Tidak usah
ragu-ragu, karena para penjaga vila senantiasa bersikap proaktif.
Mereka juga tak jarang berperan ganda sebagai broker (pialang) atau
perantara atas permintaan para ABG. "Kalau akhir pekan mahal. Sebab kita
sampai menolak permintaan," kata seorang penjaja vila di kawasan
Songgoriti Batu.
Maklum, mereka kebanjiran 'wisatawan' dari Surabaya dan Jakarta.
Dari mana mereka berasal? Pengakuannya bisa macam-macam. Kebanyakan
mengaku dari Blitar, Kediri, Surabaya, atau daerah lain di Jatim. Tidak
sedikit pula yang berasal dari Kalimantan, Sulawesi, dan belahan
Indonesia timur lainnya. Tapi jumlahnya tidak bisa mengalahkan yang
berasal dari Malang sendiri.
from: berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar